Rabu, 18 November 2009

TUGAS PERBANKAN

Masa Depan Perbankan Indonesia


BANK of England, Oversight (2000) mengingatkan: “Payment systems are a vital part of the economic and financial infrastructure. Their efficient functioning, allowing transactions to be completed safely and on time makes a key contribution to overall economic performance.”

Sistem arsitektur perbankan di negara maju selalu tidak dapat dilepaskan dengan sistem moneternya. Sejauh mana sistem moneter lebih dominan daripada sistem fiskal perlulah mendapatkan perhatian yang saksama dalam merancang arsitektur perbankan di sebuah negara. Yang luput sampai saat ini dalam pembahasan arsitektur perbankan di Indonesia adalah hilangnya perhatian akan fungsi perbankan dalam mengoptimalkan fungsi pembayaran.

Bassone dan Cirasino (2001) mengatakan: “Indeed, rules have been laid out by markets and governments in all countries and at all times to ensure that payments were effected as safely and expeditiously as feasible, given the state of technological and institutional development. Only recently, however, with the economies becoming webs of massive and rapid payment flows with very large risk potentials, governments have started to consider systematically how to oversee payment activities”. Bahkan ada kesan arsitektur perbankan Indonesia akan dibawa ke ranah politik misalnya dengan melakukan politisasi akan ekspansi kredit perbankan. Bukan hanya menempatkan fungsi kredit dalam arsitektur perbankan Indonesia sebagai fungsi utama, namun ada kecenderungan untuk menancapkan semangat nasionalisasi melalui sentimen antiasing yang di luar kewajaran. Antiasing sah saja dikemukakan dalam orasi ilmiah, namun dalam konteks ketahanan perbankan nasional berbasis sistem pembayaran yang andal maka peran asing justru tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Livarinen et al (2003) mengingatkan “globalisation of payment systems requires the regulators and supervisors of national systems to cooperate internationally to control increasingly complex international entity of payment systems”. Misalnya dengan semakin tingginya mobilisasi barang, jasa, manusia dan modal antarnegara, interaksi sistem pembayaran pasti akan semakin bersinggungan dengan instrumen fiskal dan investor asing. Instrumen fiskal tidak melulu berhubungan dengan crowding out effect dalam perekonomian, tetapi bagian integral dari sistem pembayaran dalam perekonomian. Kecuali Indonesia ingin melakukan politik isolasi seperti yang dilakukan oleh Myanmar. Dalam konteks itu juga tersirat adanya kelompok kepentingan yang menginginkan Indonesia seperti Myanmar, artinya bukan hanya modal asing yang ditabukan, melainkan juga kegiatan ekspor dan impor. Sebaliknya China justru terus membuka diri terhadap modal asing termasuk modal asing bagi kegiatan perbankan. Yang menarik justru China mampu mempertahankan fungsi bank sentral China dan bank-bank BUMN sebagai jangkar dari operasi pembayaran dan kredit nasional secara sekaligus.

Dalam konteks Indonesia kejadian tersebut sudah tidak berlaku lagi karena bank-bank BUMN tidak lagi diciptakan sebagai agent of development bersama-sama dengan bank sentral. Bank-bank BUMN telah menjadi bank komersial seratus persen dan Bank Indonesia menjadi bank sentral independen yang hanya semata-mata peduli terhadap inflasi. Kredit likuiditas Bank Indonesia sudah ditabukan, padahal di China peran APBN masih kental dalam menopang operasi kredit dan pembayaran perbankan di China. Sementara itu di Indonesia, Bank Indonesia sudah steril dari kredit. Jika arsitektur perbankan Indonesia hanya mengedepankan semangat antiasing dan upaya untuk memperbesar kelancaran kredit perbankan, tanpa adanya fungsi bank BUMN dan Bank Indonesia sebagai agent of development seperti yang terjadi di China, justru akan menyebabkan fungsi kredit semakin terkebiri dan fungsi pembayaran perbankan semakin berpotensi menimbulkan risiko sistemik.

Arsitektur perbankan di Indonesia sudah kehilangan filosofi dasarnya sebagai penggerak, pengayom, dan stabilisasi sistem perekonomian yang berlandaskan sistem pembayaran yang tangguh. Di sinilah arsitektur perbankan di Indonesia perlu dikoreksi secara tajam. Jika bank BUMN dapat difungsikan kembali seperti di China, fungsi kredit akan menjadi tugas bank-bank BUMN. Adapun bank swasta dengan motor utama Bank BCA akan difokuskan sebagai bank pembayaran. Untuk itu, fungsi pembayaran dalam arsitektur perbankan di Indonesia harus mengadopsi sistem seperti di Amerika Serikat, yaitu menjadikan sistem pembayaran tandem dengan bank sentral dan bank komersial dapat melakukan fungsi pembayaran secara finality. Jika sistem arsitektur perbankan di Indonesia sudah mengatur permasalahan tersebut, optimalisasi sistem pembayaran nasional akan semakin efisien dan efektif. Pasar kredit dan pasar aset lainnya menjadi semakin terintegrasi dalam sub-subsistem moneter yang saling berhubungan, namun dengan risiko sistemik yang semakin rendah. Dapatlah dibayangkan jika Bank Mandiri mampu menurunkan tingkat suku bunga kredit secara drastis, dapat dipastikan bank-bank BUMN lainnya akan mengikuti arah yang dilakukan oleh Bank Mandiri tersebut tanpa harus melakukan kartel. Tidak seperti saat ini, yakni Bank Mandiri tampak terkesan takut-takut dalam menurunkan tingkat suku bunga kredit. Namun, hal itu tidak dapat disalahkan sepenuhnya kepada Bank Mandiri karena aturan Bank Indonesia beserta arsitektur perbankannyalah yang memasung langkah sehat dari Bank Mandiri itu. Dengan demikian, bank swasta dapat lebih berkonsentrasi pada fungsi pembayaran perbankan yang bersama-sama dengan bank sentral akan membuat risiko sistemik dapat lebih terkontrol. Itulah yang harus dibuat dalam arsitektur perbankan Indonesia jika Indonesia ingin memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan sebagaimana yang telah dilakukan oleh China. Usia China yang 60 tahun terbukti lebih produktif dalam menciptakan nilai tambah ketimbang Republik Indonesia yang berusia lebih tua. Dari sisi interaksi dengan sistem kapitalisme maka boleh dikatakan China memulainya pada 30 tahun yang lalu sementara Indonesia gagal di era Orde Lama. Pun Orde Baru juga gagal menciptakan perbankan sebagai agent of development pada krisis 1997. Seharusnya Indonesia belajar dari Amerika Serikat pada krisis baru-baru ini yang juga mengalami krisis akut sekalipun katanya sistem perbankan Amerika Serikat sudah amat efisien karena ternyata bank swastalah yang membuat kredit macet tersebut. Sementara itu, sistem perbankan di China terus mampu bertahan dari kredit macet sebab motor utama penyaluran kredit pada sistem ekonomi adalah bank-bank BUMN beserta bank sentral. Bank swasta di China lebih fokus dengan bisnis yang terkait sistem pembayaran termasuk kartu kredit.

Untuk itu, ke depan visi perbankan di Indonesia harus menggunakan strategi penyaluran kredit seperti yang terjadi di China agar sektor riillah yang berjalan dan bukan sektor jasa seperti saat ini terjadi di Indonesia. Perlu juga dicamkan bahwa sistem pembayaran yang andal akan menopang berfungsinya kebijakan moneter, pasar keuangan, stabilitas keuangan serta perbankan.




Menarik mencermati pernyataan dari Bank Sentral Uni Eropa (2009): “Like any central bank, the ECB, together with the Eurosystem is interested in the prudent design and management of the payment and securities clearing and settlement systems which process its currency. It pays close attention to their smooth functioning, as well as to reducing the related potential risks. The smooth functioning is crucial for: a sound currency and for the conduct of monetary policy, the functioning of financial markets and the maintenance of banking and financial stability”. Dengan sistem pembayaran yang tangguhlah, perekonomian akan memiliki daya saing ekonomi yang tinggi!

Oleh Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

http://www.mediaindonesia.com/read/2009/11/10/104770/68/11/Masa-Depan-Perbankan-Indonesia

Rabu, 11 November 2009

Dampak pemanasan global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

1. Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[29]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Peningkatan Permukaan Laut


Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

2. Suhu Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

3. Dampak Sosial Dan Politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

Pemanasan global

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Minggu, 08 November 2009

Cerita gA jeLaz..

Suatu hari seorang presiden sebuah negara berkembang pergi melihat pameran lukisan-lukisan. Karena saat itu beliau mengalami sakit mata dan penglihatannya kabur, maka ia mengajak satu ajudannya untuk menuntunnya.
Presiden : "Wah, lukisan ini bagus ya. Gambar ikannya bener-bener hidup."
Ajudan: "Shttt... Jangan keras-keras Pak. Itu gambar buaya."
Kemudian mereka berpindah ke lukisan lain.
Presiden: "Gambar Gajah ini benar- benar gagah."
Ajudan: "Shttt... Ojo keras-keras Pak. Itu gambar banteng."
Presiden itu kemudian menahan diri memberi komentar sampai ia tiba pada satu pojok ruang pameran dia berseru: "Wah, sing iki apik tenan. Lukisan Gorila nya begitu nyata anatominya."
Ajudannya langsung tertegun dan berkata: "Sssst... Jangan keras-keras Pak. Itu cermin!"